Back

Kontribusi dan Resiliensi DKI Jakarta Sebagai Barometer Ekonomi Nasional

 

Kontribusi dan Resiliensi DKI Jakarta Sebagai Barometer Ekonomi Nasional

PRESS-55/SEKL/2022

LPS-Jakarta. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih menyatakan, Provinsi DKI Jakarta mampu memberikan kontribusi dan tetap menunjukkan resiliensinya di tengah berbagai tantangan. Menurutnya, sinyal positif tersebut ditunjukan salah satunya dari Perbankan di DKI Jakarta yang tumbuh dengan baik.

“Ditandai oleh tumbuhnya Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Umum di DKI Jakarta, yang banyak didukung dari tumbuhnya Giro yang mengindikasikan bahwa DPK siap digunakan untuk menopang aktivitas ekonomi,” ujarnya di Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), bertema “Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi Jakarta di Tengah Ketidakpastian Global", dihelat pada, Rabu (14/12/2022).
 
Adapun, DPK Bank Umum di DKI Jakarta, per Oktober 2022 mencapai Rp4.132,7 triliun atau sekitar 52,13 persen dari total DPK Bank Umum Nasional.
 
Sebagai informasi, Rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada triwulan III tahun 2022 ekonomi DKI Jakarta tumbuh 5,94 persen YoY, yang banyak didukung dari tingginya permintaan domestik diantaranya dari, konsumsi rumah tangga, investasi masyarakat, kegiatan ekspor, serta mulai bangkit dan tumbuhnya lapangan usaha, antara lain di bidang pariwisata, telekomunikasi dan transportasi di Ibukota Negara.

Kebijakan LPS Untuk Mendukung Pemulihan Ekonomi

Sebelumnya, pada 6 Desember 2022. LPS juga telah melakukan penetapan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk periode sewaktu-waktu Desember 2022 bagi simpanan dalam Rupiah di Bank Umum dan BPR, yakni TBP Rupiah di Bank Umum sebesar 3,75 persen dan valuta asing (valas) naik menjadi 1,75 persen. Kemudian TBP simpanan Rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi 6,25 persen. Selanjutnya TBP tersebut akan berlaku untuk periode  9 Desember 2022 sampai dengan 31 Januari 2023.

“LPS bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang lain, akan terus mengantisipasi berbagai potensi risiko yang muncul dari ketidakpastian kondisi ekonomi dan pasar keuangan global, antara lain dengan tetap memberikan ruang bagi perbankan untuk merespon pergerakan likuiditas global sehingga tetap dapat mendukung pemulihan ekonomi melalui penyaluran kredit,” tutur Lana.
 
Dalam kesempatan tersebut Lana juga sempat menyinggung bagaimana kontribusi LPS dalam mengatasi dampak pandemi bagi perekonomian nasional. “Dalam rangka menjaga stabilitas sistem perbankan selama masa pandemi yang lalu, LPS telah menerbitkan kebijakan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi, dan relaksasi waktu penyampaian laporan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan”. 

“Dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, LPS memiliki kewenangan tambahan dalam hal penempatan dana selama pemulihan ekonomi, sebagai akibat pandemi COVID-19 kepada bank yang memiliki permasalahan likuiditas. Kewenangan ini merupakan salah satu fungsi risk minimizer pada penjaminan simpanan,” tambah Lana.

Di akhir paparannya, Lana mengungkapkan, bahwasanya sinergi dan kolaborasi antara pihak yakni akademisi, pelaku bisnis dan pemerintah selaku pemangku kebijakan perlu untuk terus dilaksanakan bahkan diperkuat lagi.