Skip to main content
Siaran Pers

Siaran Pers KSSK: Sinergi Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi dan Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Peningkatan COVID-19

Dibaca: 39 Oleh 06 Agu 2021Juli 11th, 2023Tidak ada komentar
LPS Imbau BPR/BPRS Adaptif Melalui Transformasi Digital dan Mendorong Go Public

SINERGI MENJAGA MOMENTUM PEMULIHAN EKONOMI DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN DI TENGAH PENINGKATAN COVID-19

Nomor: 3/KSSK/Pers/2021

Jakarta, 6 Agustus 2021

  1. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan II 2021 berada dalam kondisi normal di tengah meningkatnya kembali kasus varian Delta Covid-19. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati komitmen bersama untuk terus memperkuat sinergi guna menjaga SSK dan terus mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dalam Rapat Berkala KSSK III tahun 2021 yang diselenggarakan pada Jumat, 30 Juli 2021, melalui konferensi video.
  2. Tren perbaikan kinerja ekonomi global berlanjut pada triwulan II 2021, terutama ditopang oleh terus menguatnya kinerja ekonomi AS dan Tiongkok. Realisasi pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan II 2021 mencapai 12,2% (yoy) sejalan dengan meningkatnya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur, relatif tingginya laju inflasi, dan menurunnya initial jobless claim menuju ke level pra-pandemi. Sementara itu, ekonomi Singapura dan Tiongkok pada triwulan II 2021 juga kembali mencatat pertumbuhan positif, masing-masing sebesar 14,3% dan 7,9% (yoy). Perkembangan ekonomi tersebut turut berdampak pada meningkatnya transaksi perdagangan global dan harga komoditas. Selanjutnya, ekspektasi pemulihan global ke depan masih ditopang oleh langkah-langkah sejumlah negara maju yang masih mempertahankan stimulus fiskal dan moneter. Di tengah optimisme tersebut, sejumlah negara kembali menghadapi penyebaran varian Delta Covid-19, di antaranya Inggris, Belanda, Malaysia, Tiongkok, dan Thailand.
  3. Momentum penguatan kinerja ekonomi global dan kebijakan countercyclical Pemerintah serta kebijakan moneter dan sektor keuangan yang akomodatif telah mampu mendorong berlanjutnya arah pemulihan ekonomi nasional. Realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II 2021 tercatat 7,07% (yoy), melanjutkan perbaikan yang telah terjadi hingga triwulan I 2021. Perkembangan tersebut menunjukkan arah dan strategi pemulihan ekonomi Indonesia yang baik. Realisasi belanja negara yang tumbuh relatif tinggi (9,38%, yoy) pada semester I 2021, baik dalam bentuk belanja barang, program bansos, maupun belanja modal memberikan dorongan yang cukup signifikan pada komponen PDB dari sisi pengeluaran. Konsumsi pemerintah triwulan II 2021 tumbuh tinggi 8,06% (yoy). Sementara itu, konsumsi masyarakat, yang mencakup sekitar 55% dari total PDB, mampu tumbuh 5,93%. Selain faktor base effect momentum Ramadan dan hari raya Idul Fitri, berbagai kebijakan Pemerintah dalam mendukung daya beli masyarakat melalui program bansos, diskon tarif listrik, insentif PPnBM kendaraan bermotor, insentif PPN untuk perumahan, serta relatif terkendalinya inflasi, telah berperan besar mendorong konsumsi masyarakat. Komponen investasi juga mencatatkan pertumbuhan tinggi (7,54%), terutama ditopang oleh investasi bangunan sejalan dengan realisasi belanja modal Pemerintah yang relatif tinggi pada triwulan II 2021. Kinerja ekspor dan impor juga mengalami lonjakan tajam, masing-masing tumbuh 31,78% dan 31,22%, sejalan dengan momentum menguatnya kinerja ekonomi global dan meningkatnya harga komoditas. Ke depan, kontribusi non APBN dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi diharapkan semakin besar seiring dengan berlanjutnya proses pemulihan ekonomi nasional.
  4. Arah pemulihan yang menggembirakan terlihat dari sisi produksi. Penguatan kinerja pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2021 bersifat broad-based, di mana seluruh sektor mampu tumbuh positif. Sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sekitar 20% terhadap PDB nasional berperan sebagai mesin pertumbuhan, tumbuh 6,58% (yoy), sejalan dengan tren penguatan PMI Manufaktur Indonesia yang selalu dalam zona ekspansif. Sektor utama lainnya, yakni sektor perdagangan dan konstruksi, menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan masing-masing tumbuh 9,44% dan 4,42%. Sektor-sektor penunjang aktivitas pariwisata yang terdampak sangat dalam akibat pandemi, juga menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan. Pada triwulan II 2021, sektor transportasi dan pergudangan mampu tumbuh 25,10%, sementara sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 21,58%. Sejalan dengan menguatnya harga komoditas global, sektor pertambangan juga tumbuh positif sebesar 5,22%. Secara spasial, perbaikan kinerja pertumbuhan ekonomi nasional didukung oleh pertumbuhan positif di seluruh wilayah.
  5. Prospek pemulihan ekonomi nasional ke depan sangat terkait erat dengan proses penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19. Memasuki triwulan III 2021, perekonomian nasional dihadapkan pada tantangan meningkatnya penyebaran varian Delta Covid-19. Peningkatan kasus positif dan kematian Covid-19 yang disebabkan varian Delta telah mendorong diberlakukannya pembatasan mobilitas (PPKM Darurat). Penerapan PPKM Darurat diprakirakan mengurangi aktivitas ekonomi, khususnya konsumsi, investasi, dan ekspor. Secara sektoral, PPKM Darurat juga akan berdampak pada sektor-sektor yang bergantung pada mobilitas masyarakat, seperti perdagangan, transportasi, serta hotel dan restoran. Oleh karena itu, penyebaran varian Delta Covid-19 tersebut dapat menjadi downside risk bagi outlook pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun 2021.
  6. Pemerintah melalui instrumen APBN terus bekerja keras untuk melindungi masyarakat dan menjaga keberlanjutan proses pemulihan ekonomi. Untuk pengendalian penyebaran varian Delta Covid-19 serta upaya mitigasi dampak sosial ekonomi dari PPKM Darurat, Pemerintah meningkatkan alokasi anggaran baik untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, maupun dukungan pemulihan sektor usaha. Tambahan anggaran kesehatan diberikan untuk memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan, percepatan vaksinasi serta pembayaran insentif tenaga kesehatan. Langkah-langkah antisipatif juga dilakukan dengan memperkuat 3T (testing, tracing, treatment). Masyarakat diharapkan dapat turut berperan serta dengan mendorong kedisplinan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Untuk penguatan perlindungan sosial ditempuh melalui perluasan serta perpanjangan beberapa program bansos. Perpanjangan beberapa program dukungan dan insentif usaha juga dilakukan untuk menjaga tren pemulihan sektor usaha. Kebutuhan anggaran penguatan program penanganan Covid-19 tersebut dipenuhi melalui realokasi dan refocusing anggaran untuk menjaga agar defisit APBN tidak melampaui target yang ditetapkan sebelumnya.
  7. Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung upaya perbaikan ekonomi nasional. Dengan terjaganya stabilitas harga dan nilai tukar, seluruh instrumen kebijakan Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (pro growth), baik dari sisi kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, maupun internasional serta inklusi ekonomi dan keuangan.
  8. Di sisi kebijakan moneter, setelah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak 6 (enam) kali sebesar 150 bps sejak tahun lalu, Bank Indonesia mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) tetap pada level 3,50%, terendah sepanjang sejarah. Kebijakan ini sejalan dengan terkendalinya inflasi, perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta terjaganya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga melanjutkan kebijakan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar melalui kebijakan triple intervention, di pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder. Dengan kebijakan ini, nilai tukar Rupiah terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang relatif tinggi. Penguatan strategi operasi moneter terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif. Bank Indonesia juga terus melanjutkan penambahan likuiditas ke pasar uang dan perbankan. Pada tahun 2021, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp101,10 triliun hingga 19 Juli 2021. Dengan demikian, sejak tahun lalu Bank Indonesia telah melakukan quantitative easing sebesar Rp827,7 triliun (5,4% PDB)
  9. Bank Indonesia juga terus melakukan koordinasi kebijakan fiskal-moneter yang sangat erat baik dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, pemulihan ekonomi, maupun dalam hal partisipasi Bank Indonesia dalam menyediakan pembiayaan bagi APBN. Pada tahun 2021, Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021. Setelah pada tahun lalu Bank Indonesia melakukan pembelian SBN dari pasar perdana untuk APBN 2020 sebesar Rp473,42 triliun, pada tahun ini hingga 19 Juli 2021, pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan APBN 2021 tercatat sebesar Rp124,13 triliun yang terdiri dari Rp48,67 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Di bidang pendalaman pasar uang, Bank Indonesia terus melakukan akselerasi pendalaman pasar uang khususnya pasar uang Rupiah dan valas termasuk melalui implementasi Electronic Trading Platform (ETP) Multimatching, khususnya pasar uang Rupiah dan valas, serta percepatan pendirian Central Counterparty (CCP). Pendalaman pasar uang Rupiah dan valas difokuskan pada 2 (dua) produk utama yaitu transaksi repo dan DNDF. Dengan pengembangan transaksi repo tersebut, pasar repo diharapkan menjadi lebih likuid, efisien, dan juga mendukung penurunan yield SBN jangka panjang agar semakin mendekati suku bunga jangka pendek. Fokus pengembangan DNDF dimaksudkan untuk memperkuat instrumen lindung nilai dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar dan mendorong pembiayaan.
  10. Di bidang makroprudensial, kebijakan akomodatif juga terus ditempuh untuk mendorong intermediasi keuangan perbankan bagi pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, Bank Indonesia melanjutkan upaya penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit perbankan (SBDK) serta melakukan penyempurnaan kebijakan rasio kredit UMKM menjadi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) antara lain melalui perluasan mitra bank dalam penyaluran pembiayaan inklusif, sekuritisasi pembiayaan inklusif, dan model bisnis lain.
  11. Di sisi sistem pembayaran, upaya percepatan keuangan digital dalam rangka turut mendukung pemulihan ekonomi juga terus dilakukan melalui implementasi ketentuan mengenai Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP). Digitalisasi sistem pembayaran juga terus dipercepat dalam mendorong pemulihan ekonomi, khususnya inklusi ekonomi dan keuangan, termasuk UMKM. Penggunaan QR Indonesia Standard (QRIS) sebagai satu-satunya standar terbukti telah mampu mendorong peningkatan transaksi ekonomi dan keuangan digital. QRIS telah menyambungkan 8 (delapan) juta merchant UMKM ke dalam platform-platform digital ekonomi. Bank Indonesia juga terus mendukung upaya-upaya elektronifikasi penyaluran bantuan sosial pemerintah, berkoordinasi dengan Pemerintah dan perbankan agar penyaluran bansos menjadi lebih cepat dan tepat sasaran. Selain itu, Bank Indonesia juga telah menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit dari 2% menjadi 1,75% per bulan serta memperpanjang kebijakan penurunan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit 1% dari outstanding atau maksimal Rp100.000,- sampai dengan 31 Desember 2021. Di bidang kebijakan internasional, fasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi ke Indonesia serta sosialisasi penggunaan local currency settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait terus dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Fasilitasi promosi perdagangan dan investasi tersebut dimaksudkan untuk mendorong ekspor, sejalan dengan perbaikan ekonomi global, dan mendorong investasi, khususnya PMA ke Indonesia, sejalan dengan implementasi UU Cipta Kerja. Berbagai langkah-langkah kebijakan Bank Indonesia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi ditempuh dengan sinergi yang erat bersama Pemerintah dan KSSK. Bank Indonesia optimis bahwa sinergi kebijakan tersebut akan dapat membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih baik ke depan.
  12. Sektor Jasa Keuangan secara umum dalam kondisi stabil dengan indikator prudensial terjaga dengan baik dan terjadi peningkatan kinerja pada triwulan II 2021. Kondisi permodalan lembaga jasa keuangan berada pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) industri perbankan tercatat sebesar 24,33% (Mei 2021: 24,28%), gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,03 kali, jauh di bawah batas maksimum, serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 647,7% dan 314,8%, berada jauh di atas threshold. Kecukupan likuiditas industri perbankan juga memadai untuk mendukung intermediasi, tercermin dari alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per Juni 2021 masing-masing sebesar 151,20% dan 32,95%. Penempatan excess likuiditas perbankan pada SBN tercatat sebesar Rp1.391,98 triliun (14,79% dari total aset), naik 1,19% dibandingkan Desember 2020.
  13. Intermediasi perbankan menunjukkan peningkatan dengan risiko kredit yang terjaga. Kredit perbankan pada bulan Juni 2021 meningkat sebesar Rp67,39 triliun dari bulan sebelumnya, tumbuh positif 0,59% (yoy) atau 1,83% (ytd), meneruskan tren perbaikan dalam triwulan terakhir, disertai tingkat suku bunga kredit dengan tren menurun 43 basis poin dibanding Maret 2021. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi di triwulan II 2021. Dana Pihak Ketiga (DPK) masih mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 11,28% (yoy), seiring dengan kebijakan yang akomodatif di bidang fiskal dan quantitative easing di bidang moneter. Suku bunga deposito 1 bulan juga mengalami tren yang menurun dari 3,74% pada bulan Maret 2021 menjadi 3,47% pada Juni 2021. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan suku bunga acuan yang lebih rendah telah ditransmisikan secara bertahap ke kebijakan suku bunga perbankan. Profil risiko kredit/pembiayaan lembaga jasa keuangan pada Juni 2021 terjaga dengan rasio NPL gross membaik menjadi sebesar 3,24% dibandingkan bulan sebelumnya dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan juga membaik ke level 3,96%.
  14. Pasar modal domestik juga relatif stabil didukung minat beli nonresiden dan pemanfaatan pasar modal untuk pembiayaan ekonomi. IHSG hingga 5 Agustus 2021 tercatat menguat ke level 6.205,42 atau tumbuh 3,79% (ytd) dengan aliran dana nonresiden tercatat masuk sebesar Rp19,04 triliun. Penghimpunan dana hingga 27 Juli 2021 telah mencapai nilai Rp116,6 triliun atau meningkat dari periode yang sama tahun lalu, dengan 27 emiten baru yang melakukan IPO. Selain itu, masih terdapat penawaran umum yang dalam proses dari 86 emiten dengan nilai nominal sebesar Rp54,2 triliun, termasuk IPO perusahaan teknologi besar. Dari sisi investor, jumlah investor retail terus mengalami peningkatan.
  15. LPS menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) sebagai upaya mendukung pemulihan ekonomi. Pada bulan Mei 2021, LPS kembali menurunkan TBP simpanan Rupiah pada Bank Umum dan BPR masing-masing 25 bps menjadi 4,00% dan 6,50%. TBP untuk simpanan valuta asing pada Bank Umum juga diturunkan sebesar 25 bps menjadi 0,50%. Kebijakan tersebut mempertimbangkan arah suku bunga pasar yang menurun, likuiditas perbankan yang longgar, dinamika risiko di pasar keuangan yang relatif terkendali, serta masih diperlukannya upaya penurunan biaya dana dalam rangka mendorong penurunan suku bunga kredit. Dari sisi penjaminan simpanan, per Juni 2021 jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya sebanyak 99,92% dari total rekening atau setara dengan 360.964.146 rekening.
  16. KSSK terus memperkuat koordinasi dalam mengidentifikasi dan mengantisipasi berbagai potensi risiko yang muncul akibat lonjakan kasus varian Delta Covid-19. Perkembangan korporasi di berbagai level dan sektor usaha juga menjadi salah satu fokus monitoring KSSK, termasuk identifikasi lebih dini atas potensi risiko yang mengancam keberlangsungan usaha korporasi serta risiko spillover effect terhadap SSK. Berdasarkan pemantauan dan identifikasi tersebut akan dilakukan koordinasi dan sinergi lembaga anggota KSSK dalam upaya antisipasi dan mitigasi dampak yang mungkin timbul. Koordinasi dan sinergi tersebut, tidak hanya terbatas pada lembaga anggota KSSK, namun akan diperluas dengan Kementerian/Lembaga dan/atau Otoritas lain apabila diperlukan. Melalui koordinasi dengan lembaga di luar KSSK, diharapkan tercipta keselarasan kebijakan yang mendukung efektivitas implementasi dan tercapainya tujuan dari masing-masing kebijakan demi menjaga SSK dan mendorong percepatan pemulihan ekonomi.
  17. KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Oktober 2021.
Bagikan:

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel