Skip to main content
Siaran Pers

SIARAN PERS STABILITAS SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA DI TENGAH BERLANJUTNYA DINAMIKA GEOPOLITIK DAN KETIDAKPASTIAN EKONOMI GLOBAL

Dibaca: 585 Oleh 02 Agu 2024Tidak ada komentar
SIARAN PERS STABILITAS SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA DI TENGAH BERLANJUTNYA DINAMIKA GEOPOLITIK DAN KETIDAKPASTIAN EKONOMI GLOBAL

Siaran Pers Nomor: 03/KSSK/Pers/2024.

MENTERI KEUANGAN

Jakarta, 02 Agustus 2024

  1. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan II-2024 tetap terjaga di tengah peningkatan tekanan di pasar keuangan global, seiring ketidakpastian ekonomi global dan risiko geopolitik dunia yang masih tinggi. Memasuki awal triwulan III-2024, tekanan terpantau mereda, namun berbagai faktor risiko yang berkembang tetap perlu dicermati dan diantisipasi. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana disepakati dalam rapat berkala KSSK III tahun 2024 pada Senin (29 Juli 2024) akan terus memperkuat koordinasi serta meningkatkan kewaspadaan seiring masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global dan dinamika geopolitik dunia, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
  2. Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang stabilDalam laporan terbaru World Economic Outlook (WEO) Juli 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global tumbuh 3,2% yoy pada 2024, dibandingkan 3,3% yoy pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi AS tetap baik didorong permintaan domestik, sedangkan ekonomi Tiongkok belum kuat dengan pertumbuhan triwulan II-2024 sebesar 4,7% yoy, seiring lemahnya permintaan domestik dan berlanjutnya tekanan sektor properti. Perkembangan terkini menunjukkan inflasi AS di Juni 2024 menurun sejalan dengan turunnya tekanan harga energi dan perumahan, sementara tingkat pengangguran di AS meningkat, yang kemudian mendorong prakiraan penurunan Fed Funds Rate (FFR) dapat lebih cepat dari proyeksi sebelumnya pada akhir tahun 2024. Namun demikian, yieldUS Treasury 10 tahun diprakirakan tetap tinggi karena kebutuhan pembiayaan defisit anggaran Pemerintah AS. Selain itu, indeks mata uang dolar juga masih kuat. Perkembangan ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi, yang bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang belum mereda, dan perkembangan politik yang dinamis seiring penyelenggaraan Pemilu di berbagai negara (termasuk AS), mengakibatkan aliran modal ke negara berkembang relatif terbatas. Ke depan, penguatan respons kebijakan perlu terus dilakukan untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global terhadap perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
  3. Di tengah tingginya ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang baik. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2024 diprakirakan tetap tumbuh di atas 5% yoy, melanjutkan kinerja triwulan I-2024 yang tumbuh sebesar 5,11% yoy, didukung oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Ekspor barang diprakirakan meningkat, didorong ekspor produk manufaktur dan pertambangan, terutama ke negara mitra dagang utama seperti India dan Tiongkok. Ke depan, peningkatan aktivitas perekonomian domestik diprakirakan berlanjut hingga akhir tahun 2024. Kebijakan belanja pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dan Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) untuk masyarakat rentan diharapkan mendorong laju pertumbuhan konsumsi masyarakat. Selain itu, aktivitas penyelenggaraan Pilkada serentak pada bulan November 2024 diprakirakan juga memberikan dampak positif bagi aktivitas konsumsi. Investasi diprakirakan menguat sejalan dengan penyelesaian target pembangunan infrastruktur dan investasi sektor swasta. Sementara dari sisi produksi, aktivitas perekonomian masih ditopang sektor manufaktur, konstruksi, dan perdagangan yang diprakirakan tetap kuat seiring dengan peningkatan nilai tambah dan output produksi didukung oleh keberlanjutan hilirisasi. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2024 diprakirakan pada kisaran 5,0-5,2% yoy.
  4. Nilai tukar Rupiah menguat dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam memitigasi dampak rambatan global. Nilai tukar Rupiah per tanggal 26 Juli 2024 menguat 0,52% mtd dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024. Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah melemah 5,48% ytd sejalan dengan kondisi global, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang negara-negara kawasan, seperti Won Korea (6,93% ytd) dan Yen Jepang (8,27% ytd). Kinerja Rupiah yang membaik tersebut ditopang oleh komitmen BI menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah serta berlanjutnya aliran masuk modal asing dan surplus neraca perdagangan barang. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 meningkat menjadi sebesar 140,2 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing. BI terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter, termasuk memperkuat strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, dan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
  5. Inflasi menurun dan tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2024 tercatat 2,51% yoy sejalan dengan rendahnya inflasi inti dan inflasi administered prices(AP) yang masing-masing sebesar 1,90% yoy dan 1,68% yoy. Inflasi volatile food (VF) turun cukup dalam di sebagian besar wilayah Indonesia sehingga tercatat sebesar 5,96% yoy, lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 8,14% yoy.  Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh peningkatan pasokan pangan seiring berlanjutnya musim panen, serta dampak positif sinergi pengendalian inflasi melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID) di berbagai daerah. Sementara itu, inflasi IHK Juli 2024 menurun menjadi 2,13% yoy, ditopang oleh inflasi VF dan AP yang turun menjadi 3,63% yoy dan 1,47% yoy, serta inflasi inti yang sedikit meningkat menjadi 1,95% yoy, Ke depan, Pemerintah dan BI meyakini inflasi IHK tetap terkendali dalam kisaran 2,5±1% pada tahun 2024 dan 202 Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring dengan ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas perekonomian yang masih besar dan dapat merespons permintaan domestik, imported inflation yang terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah oleh BI, serta dampak positif berkembangnya digitalisasi. Prospek terjaganya inflasi turut didukung konsistensi bauran kebijakan fiskal sebagai shock absorber dan kebijakan moneter yang pro-stability, serta sinergi pengendalian inflasi VF antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan BI.
  6. Kinerja APBN sampai dengan triwulan II-2024 tetap terjaga dengan defisit yang terkendali, di tengah gejolak ekonomi global. Pendapatan negara terkontraksi 6,2% yoy, sedangkan belanja negara tumbuh sebesar 11,3% yoy. Dengan kinerja tesebut, APBN mencatatkan defisit sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34% PDB, tetap terkendali dengan keseimbangan primer masih surplus sebesar Rp162,7 triliun. Kinerja APBN yang diprakirakan tetap terjaga sampai akhir tahun ini akan menjadi fondasi kuat untuk mendukung transisi yang solid di tahun 2025.
  7. Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp1.320,7 triliun atau 47,1% dari target APBN 2024, terkontraksi 6,2% Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.028,0 triliun, atau terkontraksi 7,0% yoy, yang dipengaruhi oleh penurunan penerimaan pajak serta kepabeanan cukai karena moderasi harga komoditas, peningkatan restitusi, serta terjadinya downtrading ke golongan rokok dengan tarif CHT yang lebih rendah. Di sisi lain, realisasi PNBP mencapai Rp288,4 triliun, terkontraksi 4,5% yoy, dipengaruhi oleh penurunan lifting migas serta moderasi harga mineral dan batubara.
  8. Realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.398,0 triliun atau tumbuh 11,3% yoy, terutama dipengaruhi upaya untuk terus menopang berbagai agenda pembangunan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan tetap menjaga kesejahteraan masyarakat. Realisasi belanja negara meliputi realisasi belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp997,9 triliun, tumbuh 11,9% yoy dan realisasi transfer ke daerah yang mencapai Rp400,1 triliun, tumbuh 9,9% yoy. Peningkatan realisasi belanja negara terutama untuk pelaksanaan berbagai program yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat seperti program Kartu Sembako, PKH, PIP, bantuan alat dan mesin pertanian, subsidi energi, dan stabilisasi harga pangan. Selain itu, belanja negara dimanfaatkan untuk dukungan kegiatan Pemilu 2024, pembayaran gaji dan tunjangan ASN/TNI/Polri (termasuk THR, gaji 13, dan kenaikan gaji), serta dukungan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
  9. Realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp168,0 triliun atau 32,1% dari APBN. Realisasi tersebut terdiri dari realisasi pembiayaan utang yang mencapai Rp214,7 triliun (33,1% dari target APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun), yang meliputi penerbitan SBN (neto) sebesar Rp206,2 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp8,5 triliun. Pembiayaan utang masih on-track untuk memenuhi kebutuhan APBN. Pengelolaan pembiayaan utang dilaksanakan secara hati-hati dan terukur dengan memperhatikan dinamika perekonomian dan pasar keuangan serta kondisi likuiditas Pemerintah, serta menjaga keseimbangan antara biaya dan risiko utang. Sementara itu, realisasi pembiayaan investasi mencapai Rp47,8 triliun antara lain untuk mendukung peningkatan akses pembiayaan perumahan bagi MBR dan penguatan kualitas SDM.
  10. Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber dalam mendukung kebijakan countercyclical di tengah ketidakpastian global yang eskalatif. APBN diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat melalui penyaluran berbagai program perlindungan sosial, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung pencapaian target pembangunan nasional. Paket kebijakan penguatan sektor perumahan melalui pemberian insentif fiskal (PPN DTP) yang dilakukan di 2023 tetap dilanjutkan di tahun 2024. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan fiskal khususnya kas Pemerintah Pusat, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tahun 2024 tentang Strategi dan Pelaksanaan Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas Pemerintah Pusat. Pemerintah konsisten mendukung agenda pembangunan nasional antara lain penguatan SDM (pendidikan dan kesehatan), penurunan prevalensi stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, pengendalian inflasi (stabilisasi harga), pembangunan IKN, serta penyelesaian PSN. Untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di IKN, Pemerintah memberikan fasilitas perpajakan yang ditetapkan melalui penerbitan PMK No.28/2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Secara umum, fasilitas yang diberikan meliputi tiga kategori, yaitu fasilitas PPh, fasilitas PPN, dan fasilitas kepabeanan. Selain itu, Pemerintah mendukung hilirisasi dengan kebijakan fiskal, insentif, dan bersinergi dengan peraturan K/L terkait, sehingga diharapkan dapat memperkuat ekspor, rantai pasok global, dan lapangan kerja dengan upah yang lebih layak.

GUBERNUR BANK INDONESIA

  1. BI terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (pro-growth).
  2. Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI mempertahankan BI-Rate sebesar 6,25%, suku bunga Deposit Facilitysebesar 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 7,00% pada RDG Mei-Juli 2024. Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025. Fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk modal asing. BI juga terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui: (i) penguatan strategi operasi moneter yang pro-market untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dan stabilisasi nilai tukar Rupiah, termasuk melalui: (a) struktur suku bunga di pasar uang Rupiah untuk menjaga daya tarik imbal hasil dan meningkatkan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik, dan (b) optimalisasi SRBI, SVBI, dan SUVBI; (ii) penguatan intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder; (iii) penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan, serta (iv) penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas DHE SDA.
  3. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga, antara lain dengan:
  4. Memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan melalui perluasan cakupan sektor prioritas, yakni sektor penunjang hilirisasi, konstruksi dan real estate produktif, ekonomi kreatif, otomotif, perdagangan, Listrik-Gas-Air Bersih (LGA), dan jasa sosial; serta penyesuaian besaran insentif untuk setiap sektor yang berlaku sejak 1 Juni 2024. Implementasi KLM telah memberikan tambahan likuiditas sebesar Rp91 triliun sehingga total insentif likuiditas mencapai Rp256 triliun pada akhir Juni 2024, dan diprakirakan meningkat hingga akhir tahun 2024 menjadi Rp280 triliun.
  5. Mempertahankan: (i) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; dan (ii) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%;
  6. Melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti dan melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko;
  7. Melanjutkan pelonggaran likuiditas dengan mempertahankan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) pada level 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah pada level 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%; dan
  8. Penyempurnaan kebijakan makroprudensial kontrasiklikal Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) untuk penguatan pengelolaan pendanaan luar negeri bank sesuai kebutuhan perekonomian, berlaku sejak 1 Agustus 2024. Penyempurnaan tersebut mencakup pengaturan baru mengenai definisi dan cakupan pendanaan luar negeri dalam RPLN, serta pengaturan mengenai batas maksimum RPLN sebesar 30% dengan parameter kontrasiklikal 0% atau ± 5%.
  9. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran, melalui: (i) penguatan sinergi dan inovasi dalam rangka perluasan akseptasi digital layanan pembayaran digital, serta inklusi ekonomi dan keuangan UMKM; (ii) perpanjangan kebijakan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 31 Desember 2024 dengan ketentuan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah; (iii) perpanjangan kebijakan Kartu Kredit (KK) sampai dengan 31 Desember 2024 dengan kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000; dan (iv) penguatan literasi digital dan manajemen risiko penyelenggara dan masyarakat pengguna sistem pembayaran. BI juga meluncurkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030 yang diarahkan untuk membangun sistem pembayaran yang berdaya tahan dalam struktur yang terkonsolidasi.
  10. BI terus mengarahkan seluruh kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. BI memperkuat dan memperluas kerja sama internasional pada area kebanksentralan antara lain melalui konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. BI juga terus bersinergi secara erat dengan Pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI juga melanjutkan pendalaman pasar uang dan valas, berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.
  11. Untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi, sinergi kebijakan BI dengan Pemerintah terus ditingkatkan. BI memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program GNPIP di berbagai daerah dalam TPIP/TPID, serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).

KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

  1. Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang manageable, serta kinerja sektor jasa keuangan yang relatif baik. Di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan gejolak geopolitik global, kinerja industri perbankan Indonesia per Juni 2024 terjaga stabil, didukung dengan tingkat permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Perbankan yang tinggi sebesar 26,18%. Kinerja intermediasi terjaga baik dengan kredit tumbuh 12,36% yoy atau sebesar Rp7.478 triliun didorong oleh kredit investasi yang mencapai 15,09% yoy. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh menjadi 8,45% yoy atau sebesar Rp8.722 triliun, dengan giro yang menjadi kontributor terbesar yaitu tumbuh 13,48% yoy.
  2. Likuiditas perbankan pada Juni 2024 memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 112,33% dan 25,37%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%. Risiko kredit perbankan juga terjaga dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) nett dan NPL gross yang tetap rendah di bawah ambang batas, masing-masing berada di 0,78% dan 2,26%.
  3. Kinerja pasar saham domestik pada triwulan II-2024 terdampak oleh peningkatan tekanan di pasar global. Per 28 Juni 2024, IHSG ditutup pada posisi 7.063,58 poin, terkontraksi sebesar 3,09% qtq atau melemah 2,88% ytd, dengan investor nonresiden membukukan net sell sebesar Rp34,00 triliun qtq atau Rp7,73 triliun ytd. Nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp12.092 triliun atau tumbuh sebesar 3,58% ytd. Sementara itu, penghimpunan dana oleh korporasi di pasar modal di periode yang sama cukup solid, tercatat nilai penawaran umum sebesar Rp120,00 triliun dengan 26 emiten baru.
  4. Memasuki bulan Juli 2024, tekanan di pasar keuangan domestik terpantau mulai mereda sejalan dengan perkembangan global. Nonresiden kembali membukukan net buy di pasar saham domestik dan per 26 Juli 2024 (mtd) tercatat net buy sebesar Rp5,27 triliun, namun secara ytd tercatat net sell Rp2,46 triliun. IHSG ditutup pada posisi 7.288,17 per 26 Juli 2024 atau menguat sebesar 0,21% ytd. Penghimpunan dana di pasar modal per 26 Juli 2024 mencatatkan nilai penawaran umum sebesar Rp129,68 triliun dengan 26 emiten baru.
  5. Di sektor perasuransian, total aset industri asuransi per Juni 2024 mencapai Rp1.126,3 triliun atau tumbuh 1,14% Kinerja asuransi komersil berupa akumulasi pendapatan premi cukup baik yakni di Juni 2024 mencapai Rp165,18 triliun, tumbuh 10,06% yoy. Secara umum, permodalan di industri asuransi pada Juni 2024 solid, dengan Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa, serta asuransi umum dan reasuransi pada Juni 2024 masing-masing sebesar 431,43% dan 320,70%, jauh di atas ambang batas 120%. Di sisi industri dana pensiun, total aset dana pensiun per Juni 2024 tumbuh 7,58% yoy atau sebesar Rp1.448,3 triliun, dengan aset dana pensiun sukarela sebesar Rp372,70 triliun atau tumbuh 3,91% yoy. Adapun pada perusahaan penjaminan, pertumbuhan outstanding penjaminan tercatat tumbuh 15,79% yoy dengan nominal mencapai Rp415,57 triliun pada Juni 2024.
  6. Di sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh di level yang tinggi yakni sebesar 10,72% yoy pada Juni 2024, dengan pembiayaan modal kerja sebagai penopang pertumbuhan yang tumbuh sebesar 11,46% yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio Non-Performing Financing (NPF) nett tercatat sebesar 0,87% dan NPF gross sebesar 2,80%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan berada pada level yang memadai dan tercatat sebesar 2,44 kali. Sementara itu, pada Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan pada Juni 2024 tercatat 26,73% yoy atau sebesar Rp66,79 triliun, dengan penyaluran pembiayaan kepada sektor produktif sebesar Rp8,33 triliun (12,47% dari total pembiayaan P2P). Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) turun dan dalam kondisi terjaga di posisi 2,79%.
  7. Dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan bagi pertumbuhan ekonomi nasional, OJK mengambil kebijakan sebagai berikut:
  8. OJK senantiasa mencermati dinamika global dan potensi dampak rambatannya terhadap sektor jasa keuangan agar dapat mengambil langkah antisipatif, serta meminta industri jasa keuangan untuk melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. Koordinasi dengan anggota KSSK juga terus ditingkatkan, disertai komitmen untuk mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat guna dan tepat waktu.
  9. Sebagai upaya penyelarasan dan pengkinian ketentuan dengan UU P2SK, OJK telah menerbitkan POJK No.5/2024 tentang Penetapan Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum. Selain itu, OJK telah menindaklanjuti dan menyelaraskan dengan UU P2SK terutama mengenai penyesuaian nomenklatur Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat, serta persyaratan mengenai BPR dan BPR Syariah yang dapat melakukan penawaran umum dalam POJK No.7/2024 tentang BPR dan BPR Syariah.
  10. Sejalan dengan kebijakan sebelumnya di sektor perbankan, OJK mengakhiri kebijakan stimulus Covid-19 sektor Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) terkait penilaian kualitas aset pembiayaan pada 17 April 2024. Berakhirnya kebijakan stimulus ini konsisten dan sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, kecukupan pencadangan, dan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah.
  11. Terkait penyempurnaan ketentuan pada aspek governance dan prudential atas kegiatan pembiayaan transaksi efek baik margin atau short sell kepada nasabah oleh Perusahaan Efek, sekaligus memberikan ketentuan khusus pelaksanaan short selling oleh Liquidity Provider, OJK telah menerbitkan POJK No.6/2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek. OJK juga mengeluarkan ketentuan terkait penggunaan polis asuransi secara elektronik/digital dan tata kelola pengembangan produk asuransi yakni POJK No.8/2024 tentang Produk Asuransi dan Saluran Pemasaran Produk Asuransi.
  12. Sebagai tindak lanjut implementasi POJK No.3/2024 tentang Penyelenggaraan ITSK, OJK akan menerima dan melakukan proses penilaian bagi calon Peserta Regulatory Sandbox dan Penyelenggara ITSK dari klaster model bisnis Innovative Credit Scoring (ICS) yang telah ditetapkan untuk diatur dan diawasi oleh OJK. Selain itu, OJK akan menerbitkan ketentuan terkait Pemeringkat Kredit Alternatif dan petunjuk pelaksanaan dari Regulatory Sandbox, Pendaftaran dan Pelaporan Penyelenggara ITSK, serta Asosiasi di Sektor ITSK.
  13. Dari sisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK), saat ini OJK sedang memfinalisasi ketentuan dasar penguatan pelaksanaan tugas dan kewenangan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) yang terdiri dari 16 Kementerian/Lembaga.
  14. Dalam rangka memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat terhadap meningkatnya penipuan secara online yang memanfaatkan layanan keuangan seperti transfer rekening bank, virtual account, serta top-up pada dompet digital (e-wallet), maka OJK bersama regulator, lembaga, dan pihak terkait akan membentuk anti-scam centre yang ditargetkan akan beroperasi dalam waktu dekat, serta akan menerbitkan Panduan Resiliensi Digital (Digital Resilience) yang dapat digunakan oleh bank dalam mendukung proses akselerasi transformasi digital.

KETUA DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

  1. Dari sisi penjaminan simpanan perbankan, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS hingga akhir Juni 2024 mencapai 99,94% dari total rekening atau setara 583.822.118 rekening untuk nasabah Bank Umum dan sebesar 99,98% dari total rekening atau setara 15.381.828 rekening untuk nasabah BPR/BPRS. LPS secara berkala terus melakukan asesmen dan evaluasi terhadap dinamika suku bunga simpanan, kinerja perbankan, ekonomi dan SSK dalam kaitannya dengan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) sehingga dapat tetap akomodatif dalam mendukung pemulihan ekonomi dan intermediasi Pada periode penetapan reguler Mei 2024, Rapat Dewan Komisioner (RDK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) yaitu 4,25% untuk simpanan Rupiah di Bank Umum dan 6,75% untuk simpanan Rupiah di BPR; serta 2,25% untuk simpanan valuta asing (valas) di Bank Umum.
  2. Kebijakan LPS di bidang penjaminan simpanan dan resolusi bank tetap diarahkan untuk mendukung kinerja ekonomi, pemeliharaan stabilitas SSK serta menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Kebijakan LPS tersebut ditempuh melalui: (i) Senantiasa melakukan monitoring atas kecukupan cakupan penjaminan simpanan sesuai mandat Undang-Undang LPS di atas 90%, serta terus meningkatkan kegiatan sosialisasi mengenai program penjaminan simpanan dan program penjaminan polis termasuk mengoptimalkan peran kantor perwakilan di daerah; (ii) Terus melakukan asesmen dan evaluasi berkala atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) khususnya dampak terhadap likuiditas dan suku bunga simpanan; (iii) Melakukan proses pembayaran klaim penjaminan dengan cepat atas simpanan nasabah BPR yang dilikuidasi; (iv) Peningkatan koordinasi lintas otoritas dalam rangka penanganan bank yang berstatus Bank Dalam Penyehatan (BDP) dan Bank Dalam Resolusi (BDR) antara lain dalam proses pemeriksaan bank (uji tuntas) dan penjajakan investor. Selain itu, dilakukan juga koordinasi yang intensif khususnya antarlembaga KSSK dalam rangka percepatan penyelesaian peraturan pelaksanaan UU P2SK; dan (v) Akselerasi persiapan penyelenggaraan Program Penjaminan Polis (PPP) melalui penyiapan dari sisi pengaturan di level peraturan pemerintah dan LPS, proses bisnis internal, infrastruktur, serta pemenuhan dan peningkatan kompetensi SDM pendukung PPP.

MENTERI KEUANGAN

  1. KSSK berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi risiko ketidakpastian ekonomi global dan potensi ketegangan geopolitik dunia yang eskalatif terutama rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinated policy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK.
  2. Indonesia telah selesai melaksanakan Financial Sector Assesment Program (FSAP) 2023/2024, dengan hasil yang menunjukkan bahwa sistem keuangan Indonesia resilien dalam menghadapi berbagai tantangan global dan domestik, didukung tingkat permodalan dan likuiditas sektor perbankan yang tinggi. IMF dan WB juga mendukung otoritas untuk senantiasa melakukan pemantauan terhadap potensi kerentanan. UU P2SK dinilai sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan resiliensi dan mendorong pengembangan sektor keuangan Indonesia, termasuk penguatan kerangka pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, mendukung sinergi kebijakan lintas otoritas keuangan, serta memperkuat jaring pengaman sistem keuangan dan kerangka penanganan krisis. Terkait hal ini, KSSK menyambut baik hasil asesmen FSAP tersebut dan mengapresiasi komitmen bersama otoritas dalam upaya memelihara stabilitas sistem keuangan dan melanjutkan agenda reformasi sektor keuangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
  3. Dengan telah diundangkannya UU P2SK, Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan perumusan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel, dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.
  4. KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Oktober 2024.

Untuk informasi lebih lanjut:

sekretariatkssk@kemenkeu.go.id

 

Bagikan:

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel